Habis Scrolling timeline line, menemukan satu artikel yang dipublish akun "Human Development", menusuk sekaligus menyentuh, it touched my heart so deep. Aku mencintai Negeriku yang seperti berasa diambang kehancurannya karena semua orang sibuk dengan kepentingannya masing-masing untuk memikirkan masa depannya masing masing, dan lupa akan bagaimana Indonesia beberapa tahun kemudian.
Jujur saya termasuk orang yang apatis kalau sudah membahas hal hal berbau politik, pemerintahan, pemimpin dan negara, seperti tidak ada jalan untuk meluruskan semuanya. Sedih dan menangis melihat keadaan negara yang seperti dikendalikan oleh pihak-pihak yang sepertinya tidak terlalu peduli tentang masa depan Indonesia beberapa tahun kedepan, bahkan mungkin setelah jabatan mereka selesai. Walupun tidak sedikit juga yang hatinya masih baik dan dengan niat tulus mengemban amanah untuk menjaga negara ini dengan segenap jiwa raga. Saya marah mereka melupakan janji mereka saat diberi amanah, namun, ya ada benarnya, untuk apa menjadi garda depan pencaci, walaupun tetaplah tidak adil jika ratapan dan keluhan rakyatnya harus dibalas dengan kata "apa yang sudah kamu lakukan untuk negeri?"
Saya setuju dengan pernyataan bahwa sebagai seorang calon penerus yang akan mengurus bangsa ini nantinya, kita tidak seharusnya menjadi pemuda dan calon penerus yang negatif, namun apakah aspirasi yang ingin disampaikan menjadi hal yang salah di negeri yang demokratis ini? saya bukan orang yang suka memenuhi setiap artikel atau posting an facebook berisi bahasan tentang pemerintahan dengan komen-komen yang berujung dosa, karena pada akhirnya, seperti yang juga diajarkan dalam Islam, hindari perdebatan walaupun kamu benar. Namun mari liat dari sisi lain permasalahan ini. Mengapa sekarang rakyat berubah menjadi makhluk penuh caci maki? mengapa kita lamalama seperti menjadi manusia tanpa tatakrama dan etika lagi? Terlepas dari semua kekurangan pemerintah,
What's missing????
yeah, Internet and Social Media work very well for this. we forget how to act properly even we don't communicate face to face. we forget how to communicate with manner in public just because we can hide our identity in some Social Media Account. It turns us to become a Zombie which react without thinking.
Please, young people, let we show them that we still have that "missing part"
kita bukan calon penerus penuh caci maki. Kita bantu Merah putih kembali menjadi negara yang diisi oleh calon bangsa penuh semangat juang dan jiwa bersih. Mungkin kita bisa mulai dari hal kecil,
Jangan lagi lemparkan sampah dari mobilmu lalu berkomentar bahwa pemerintah tidak dapat mengatasi banjir. dan banyak hal kecil lain yang bisa dimulai untuk menjadi bangsa yang baik.
Kita harus samasama menjadikan setiap kekurangan pemerintah sekarang sebagai pelajaran untuk kita kedepan.
Aspirasikan dengan cara yang bijak. sehingga mereka juga tidak bisa meneriaki mu sebagai seorang haters yang hanya mencari-cari kekurangan pemerintah. perlihatkan bagaimana seorang generasi muda seharusnya bertindak dan bertutur kata.
Untuk saya pribadi, sebenarnya sah sah saja menyatakan suatu pendapat, asal tetap dalam koridor yang benar.
Because it is not about what you say, but how do you say it.
Semoga artikel dibawah dapat menjadi bahan renungan dan menyentuh hati anda, sebagaimana artikel ini menyentuh hati saya:)
[SURAT DARI INDONESIA 2045]
Kawan muda yang baik,
Perkenalkan aku Indonesia 2045. Bagaimana kabarmu? Aku
dengar kalian sering marah-marah dengan presiden kalian hari ini. Kenapa
dengan dia? Ceritakan padaku. Hmm, senior kalian dulu mungkin akan
ditangkap intel kalau marah-marah dengan presiden.
Sekarang kalian bebas ya? Disituasi bebas bolehkah kalian
ceritakan apa yang sudah kalian perjuangkan? Bolehkah kalian cerita soal
gagasan-gagasan tentang Indonesia? Aku sungguh penasaran, kalian pasti
lebih dari Soekarno, Hatta, Semaun, atau Natsir muda kan?
Di masa tak ada sosial media yang memudahkan kalian
berjejaring, mereka bisa berkumpul dan berjuang ke masyarakat loh. Ah
untuk apa aku ceritakan, handphone kamu pasti lebih banyak informasi
perihal mereka.
Tuhkan pasti kalian lebih dari mereka? Soalnya ketika aku
ketik “pemuda Indonesia hari ini” yang keluar selalu seks bebas,
tawuran, kehidupan malam, cinta-cintaan dan lain-lain. Ceritakan padaku
apa persiapan kalian ketika memimpinku? Jangan malu, sampai jarang aku
temukan cerita masa muda kalian dengan diriku di mesin google.
Aku dengar para mahasiswa sedang bingung menentukan arah
pergerakan. Sebagian tak suka demo, lalu kau bilang ia apatis. Sebagian
lagi nyinyir kalau kalian terlalu beromantika dengan masa lalu. Memang
gerakan seperti apa yang kalian cari? Ada yang bilang juga kalau gerakan
kalian cari-cari eksistensi kelompok. Kok kalian jarang ngobrol atau
jangan-jangan memang bermusuhan?
Aku dengar sedang terjadi bencana. Bagiku justru itu ada
baiknya. Toh timeline media sosial kalian jadi sesak dengan tagar kabut
asap daripada official akun percintaan yang quotes-nya ‘ngena’ banget
sama kisah percintaan kalian. Aku dengar kalian sedang nyaman-nyamanya
dengan hidup kalian. Permainan apa di-gadget kalian yang lagi
digandrungi kalangan muda? Followers media sosial kalian sudah berapa
banyak? Hari ini sudah update apa aja? Di mana? Sama siapa? Seru banget
ya!
Sekarang, bolehkah kalian dengarkan aku? Usiaku sudah 100
tahun, usia kalian nanti kira-kira 40 – 50 tahun dan akan memimpinku.
Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam bukunya Why Nations Fail: The
Origins of Power, Prosperity, and Poverty menerangkan bahwa kita bisa
lihat apakah negara gagal atau tidak diusia dekade 90-100 tahun.
Aku di sini sangat ketakutan. Makanya aku buru-buru menulis
surat ini sebagai peringatan untuk kalian, akan dibawa ke mana aku ini?
Gagal atau jaya? Sebab hampir jarang aku mendengar kalian berbicara
soal aku. Kalian sibuk dengan masa depan kalian masing-masing, padahal
masa depan kalian ada pada bagiamana aku.
Aku sempat bersyukur bahwa jumlah kalian nanti akan jauh
lebih banyak daripada usia tua. Di situ aku sempat lega karena banyak
yang akan mengurusku nanti. Tetapi aku tak pernah bertanya kira-kira
yang akan mengurusku nanti manusia yang seperti apa?
Sebab aku cukup kecewa dengan kebanyakan senior kalian hari
ini. Semua berada di garda terdepan jika bela negara, tetapi kalau
sudah merugikan pribadi atau kelompok nyalinya kendor. Hal ini
diperparah dengan kasus korupsi disegala lini, lemahnya kepastian hukum,
tumpang tindih antar kepentingan institusi, dan pemimpin-pemimpin
politik pun hadir kalau punya bandar. Aku berharap kalian menjadi obat
pilu Indonesia ke depan.
Kalau kalian semakin acuh, nangis aku ketakutan. Daron dan
Robinson seperti menamparku. Ia bilang negara yang kelembagaan
ekonomi-politiknya bersifat ekstraktif yakni dijalankan oleh segelintir
elit yang menguras sumber daya negara untuk kepentingan mereka sendiri
dan hanya menyisakan sedikit hasil untuk kepentingan rakyat, tinggal
menunggu waktu untuk terseret ke dalam jurang kemiskinan, instabilitas
politik, dan menjadi negara gagal.
Aku berpesan dengan Indonesia 2015-an, bagaimana
calon-calon pemimpinku? Sudah siapkah mereka dengan situasi ini? Lalu ia
menjawab, tinggalah mereka menentukan mau ke mana arahnya, sebab sampai
pada tataran institusi pendidikan pun disulap bak perusahaan.
Produknya mahasiswa yang bagaiamana caranya bisa laku
dibeli pasar. Boro-boro memikirkan aku katanya, mereka juga ketakutan,
apakah mereka laku dibeli pasar? Ia kadang prihatin, katanya kalian
sedang bingung dengan skripsi yang tak kunjung rampung dan gundah
kalau-kalau tak mampu mencari nafkah.
Aku jadi serba salah menuntut kalian yang macam-macam,
jangankan menoleh kepadaku, untuk menatap ke depan saja kalian masih
bingung.
Tapi kok tidak sesuai dengan kehidupan kalian. Yang kaya
makin tinggi diri dengan mengkonsumsi brand terkini agar dibilang
trendy, yang miskin malah terlihat sok kaya. Kalian katanya suka sekali
hura-hura padahal sebelumnya menghujat pemerintah karena rupiah anjlok,
itupun juga tahu dari headline berita.
Sebab kalian lebih suka membaca cerita-cerita dramatis di
account official padahal tak tahu sumber beritanya. Kalian juga ingin
daerahnya berubah, tetapi milih pemimpin masih ‘cap cip cup’. Kalau ada
hari nasional seperti hari sumpah pemuda misalnya, buru-buru update
quotes agar terlihat peduli.
Apa betul gelar agen perubahan itu hanya sampai diujung
bibir, tak ada langkah nyata. Kalian juga begitu suka sekali caci maki
sana-sini. Semua cela hampir diprotes.
Ada lagi tipe kumpulan pemuda yang buat aku bangga karena
kontribusinya untuk Indonesia. Tapi kok kalian suka sekali merendahkan
kumpulan lain. Organisasi belum terkenal, dikira tak se-level. Minta
kerjasama sulitnya bukan main. Katanya kalian menunjunjung sinergitas?
Tapi kok kontribusinya berjalan sendiri-sendiri. Atau memang
orientasinya popularitas bukan sinergitas?
Sebegitunya kah kalian? Aku tak ingin kalian dicap menjadi
generasi wacana, generasi marah-marah, generasi kaya kritik namun miskin
solusi. Karena kalian dilahirkan oleh revolusi nasional yang berhasil
menghalau imperialisme disusul perjuangan menuntaskan revolusi.
Mulai dari sekarang, ketika kalian selesai membaca surat
ini renungkan dan tanyakan pada diri kalian, mau jadi seperti apa kalian
nanti? Mau republik seperti apa yang ingin kamu wariskan?
Kawan muda yang baik, calon-calon pemimpinku. Maaf bila
kiranya aku menjadi beban kalian. Surat ini aku tulis semata-mata bukan
ingin mengganggu kenyamanan kalian. Aku menulis surat ini bukan untuk
ambisi-ku pribadi, tetapi ini soal kita, Indonesia.
Ini soal masa depan kalian akan jadi seperti apa, agar
anak-anak kalian bisa sekolah tinggi, orangtua kalian meninggal dengan
bangga karena kesuksesan anaknya, istri kalian tidak akan merongrong
karena harga bahan pokok sangat mahal, atau suami kalian tidak akan
frustasi karena sulitnya mendapat pekerjaan.
Kalian tidak perlu membalas surat ini. Balas saja dengan
tindakan. Aku di sini tinggal meneropong dari kejauhan, mengamati
gerakan kalian setelahnya. Jikalau memang aku, Indonesia tahun 2045
gagal, setidaknya jadikan bahan pelajaran untuk anak-anak kalian agar
tidak seperti kalian.
Namun sebaliknya, jika Indonesia tahun 2045 jaya, kalian
boleh berbangga, bahwa di era ini kalian tidak tinggal diam, kalian ikut
mewariskan Republik yang semakin tegak berdirinya kepada anak dan cucu
kalian.
Ditulis oleh : Renaldy Akbar (Co-Founder and Presiden Indonesian Youth Projects)